Minggu, 23 Oktober 2022

Pria Aneh

Aku tidak berubah.
Kau pun juga masih sama.
Awalnya semua berjalan baik.
Perkenalan kita, obrolan kita, humor kita, semua terasa pas dihati.
Tapi ternyata waktu membuka segalanya.
Kita mulai kehilangan ritme kita.
Kamu tidak bisa memperlakukanku seperti yang kumau.
Aku pun begitu.

Tahun Luar Biasa

Bulan Agustus adalah bulan yang paling memberikan banyak pembelajaran.
Pada bulan ini, disaat yang bersamaan, aku mengalami tiga hal paling berkesan.
Yang pertama, aku di pecat dari pekerjaanku dengan alasan paling tidak masuk akal dan tidak logis. Yayasan dan kami sudah bersepakat, bahwa jika kami keluar di pertengahan semester maka kami akan membayar tiga kali gaji atau membawa guru baru. Namun, yayasan berkhianat. Mereka mendapatkan guru pengganti, dan mendepak kami saat ajaran baru sudah dimulai (dimana kami sudah sulit jika ingin melamar pekerjaan lagi). Kami dipecat tanpa pesangon. Namun rencana Tuhan selalu lebih baik, pada akhirnya kami ditempatkan di sekolah baru dengan gaji lebih tinggi dari sebelumnya.
Yang kedua, papah sakit. Papah hampir gila dan menjadi bahan gunjingan tetangga. Papah dinyatakan depresi dan harus kontrol ke psikiater. Entah penyakit papah kiriman atau bukan, aku bersyukur karena papah sekarang baik-baik saja, tidak separah bulan Agustus lalu. Papah hanya perlu kontrol ke psikiater secara teratur.
Yang ketiga, aku putus dari pasanganku. Di tengah badai yang aku lewati bulan itu, dia memilih untuk meninggalkanku. Dan kini aku bersyukur, karena jika tidak ada semua kejadian itu, aku tidak akan sadar akan jati dirinya yang asli.


Puji Tuhan, kini aku baik-baik saja.
Tuhan selalu menyertai jalanku, meskipun banyak yang sudah aku perbuat.
Tuhan tidak pernah meninggalkan aku.

Pria yang menyadarkanku

Aku bertemu seorang pria melalui aplikasi dating.
Awalnya aku sama sekali tidak tertarik dengannya dan berniat untuk berteman saja, karena pada dasarnya kami berbeda latar belakang.
Namun saat berbincang, aku seperti melihat diriku sendiri di dalam dirinya.
Aku mulai tertarik.
Saat mendengar ceritanya dan kerja kerasnya, aku semakin kagum.
Kami memiliki ketertarikan yang sama tentang puisi dan lukisan.
Dia mengungkapkan masa depan yang ingin dia bangun denganku.
Dia menceritakan mimpi-mimpinya kepadaku.
Aku memutuskan untuk percaya dan yakin dengan dirinya.

Namun, hal ini tak berlangsung lama.
Pada akhirnya dia berubah.

Dia memutuskan hubungan denganku dengan cara paling pengecut.
Dia menghilang dan memblokir kontak ku.
Aku menghampirinya dan meminta penjelasan, tapi dia bersikap seolah korban. Dia pergi ke kamarnya, dan meninggalkanku sendirian.
Dia melihatku seolah aku makhluk paling menjijikan di dunia.
Sampai sekarang aku tidak tahu alasan dia pergi.
Mungkin karena ada orang lain
Atau karena dia pecandu.
Atau karena dia muak dengan aku.
Atau karena aku banyak masalah.
Atau karena aku sudah tidak bisa dimanfaatkan.
Atau karena dia merasa tidak berguna.

Tapi apapun alasannya, satu hal yang aku tahu, bahwa dia tidak layak untuk terus ada di hidupku.

Dari pengalaman ini aku berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak percaya kepada laki-laki manapun lagi. Aku tidak akan mengemis kepada siapapun lagi. Aku berjanji tidak akan mengambil kesimpulan sepihak, dan hanya akan melihat usaha pria yang mendekatiku. Karena, sebanyak apapun janji dan niat baik yang telah diutarakan manusia, pada akhirnya manusia itu bisa berubah dalam waktu singkat.

Jumat, 03 September 2021

Untuk kamu, orang yang singgah tapi tak sungguh

Kita yang menggebu pada awalnya

Lalu memudar seiring waktu berjalan

Doa yang telah dipanjatkan

Harapan yang telah diusahakan

Apa daya jika memang bukan jalan-Nya

Kita sekarang sudah dipersimpangan, dan memilih untuk pisah jalan.

Semoga kita akan selalu baik-baik saja, meski sudah tidak bersama.

Senin, 23 September 2019

Datang dan Pergi

Kau datang dengan segala pesonamu.
Kau datang dengan senyum termanismu.
Saat itu aku tahu, kau akan menjadi godaan terbesar.
Aku menolakmu sekuat tenaga, mendorongmu sejauh yang aku bisa.
Namun pesonamu membuat pertahananku runtuh seketika.
Aku mulai jatuh. Menyukaimu hingga hampir gila.
Namun, saat semua yang kubangun kau runtuhkan,  kini kau pergi menghilang.
Mencari hati lain untuk ditaklukkan.
Terimakasih karena telah pergi secepat kau datang, hingga luka ini akan pulih secepat itu juga, kuharap.

Kamis, 11 Mei 2017

Selamat Pagi Indonesia

Selamat pagi, Indonesia. Bagaimana kabar hari ini?
Rasanya sudah lama saya ingin menulis tentang yang terjadi hari ini dan kemarin, tapi banyak keraguan. Banyak hal yang saya rasa "tidak pas" untuk dituliskan dimuka publik, tapi akhirnya saya mendapat pencerahan agar tulisan ini layak ditampilkan.
Hari ini saya memutuskan untuk menulis dengan perspektif saya sebagai seorang warga negara Indonesia.
Mari kita mulai membahasnya.
Ada banyak dari kita yang pernah dihina karena fisik yang tidak sempurna (gendut, kurus, telalu tinggi, terlalu pendek, disabilitas).
Ada banyak dari kita yang suku dan agamanya dihina dan direndahkan (agama apapun, suku manapun).
Banyak dari kita yang pernah merasa seperti itu bukan?
Jika kita renungkan lagi, bukankah hal seperti itu sudah terjadi sejak jaman dulu? Tapi apa yang membuat hal itu, pada hari ini menjadi jurang pemisah yang sangat besar dan sangat nyata bagi kita?
Bukan, saya bukan ingin menyampaikan bahwa menghina dan merendahkan adalah "hal wajar" dan dibenarkan, saya hanya ingin memaparkan apa yang sedang terjadi.
Pada zaman ini, dengan mudah kita mengungkapkan pendapat, lewat socmed dan lain sebagainya.
Masalahnya adalah, kita kadang mengungkapkan pendapat terlalu lantang dan menggebu, bahkan tak jarang mengumbar kebencian.
Pikiran dan tuduhan negatif saling dilemparkan, tumpang tindih, mendeklarasikan siapa diantara kita yang paling menderita.
Kita berdoa untuk diri sendiri, berdoa untuk golongan sendiri, hingga lupa bahwa "bukan hanya saya yang tinggal dinegeri ini"
Masing-masing kita sibuk menuduh, sibuk mencari kesalahan, sibuk menilai yang lain.
Lupa bercermin, lupa menginstropeksi diri sendiri.
Jangan tersinggung, jangan merasa tertuduh, karena tulisan ini ditujukan kepada semua golongan.
Mungkin akan ada yang bertanya "Lantas apa yang harus saya lakukan sekarang, sedangkan luka yang ditimbulkan sulit sembuh?"
Saya yakin kita semua merindukan NKRI yang tentram dan damai. Merindukan NKRI yang bersatu, NKRI yang begitu indah karena keberagamannya.
Saya disini bukan hanya memaparkan apa yang terjadi, tapi juga menawarkan solusi.
Kita bisa memulainya dari diri sendiri.
Dimulai dengan menghargai orang yang berbeda dengan kita, bukan hanya mengakui bahwa dia "ada" dan dia "berbeda".
Jangan dengan cepat menyatakan pendapat, apalagi tentang hal-hal yang sensitif, seperti agama.
Apapun yang agama kita bahas, biarkan itu menjadi perbincangan didalam, jangan sampai sengaja dipublikasikan agar pihak luar tau, setiap umat beragama, pasti merasa bahwa dirinya adalah umat pilihan.
Singkirkan ego. Mari kita menahan diri dan menjaga sikap agar dapat meredam dan memperbaiki apa yang bergejolak hari ini.
Salam Damai Indonesia-ku :)

Minggu, 05 Juni 2016

Terasa samar ketika diminta untuk memilah yang salah dan benar.
Apa yang boleh dan tak boleh.
Apakah bersikap seperti ini benar? Apakah bertindak seperti ini tak apa?
Sikap setiap orang dalam menghadapi tekanan dan kondisi pasti berbeda-beda. 
Jadi, apakah wajar dan dimaklum saja jika seperti ini?
Aku mencoba melihat lebih dalam, tapi tak menemukan jawaban.
Ataukah aku takut jika kebenarannya bahwa diri ini yang salah.
Aksi dan reaksi adalah sesuatu yang saling mempengaruhi.
Jika pun nanti diketahui bahwa reaksi diri ini yang salah, ada kemungkinan aksi yang diberikan pun salah.
Kebenaran, kesalahan, dan kerelatifan.
Semakin tenggelam, semakin samar.
Satu yang aku tahu, hadapi saja, jalani saja.
Jika pun nanti makin tenggelam, dan semakin samar terus cari saja sampai semuanya jelas.

Selasa, 04 Agustus 2015

Aku bukan lagi aku.
Bukan lagi aku yang memuja.
Dan kamu bukan lagi kamu.
Bukan lagi orang kupuja.
Kita pernah melewati ini.
Pertengkaran - pertengkaran besar, yang nyaris merobohkan tiang-tiang penyangga hati.
Berulang kali diperbaiki, namun seperti barang rusak lainnya yang jika diperbaiki, tidak akan bisa kembali seperti semula.
Mungkin lama kelamaan akan rusak dan tak terpakai lagi.
Pertengkaran kali ini, aku tidak akan menghadapimu dengan cara yang sama.
Takkan berlari untuk mengejar, atau meminta maaf lalu menangis untuk meluluhkan.
Aku merasa benar, kau pun begitu.
Ayoolah bersikap biasa saja, karena aku pun telah melupakan.
Karena untuk kali ini lebih mudah untuk mengabaikanmu.
Ayooolah berbaikan saja, toh tidak ada ruginya bagimu.
Hatimu sakit, aku pun juga demikian.
Kita telah mendapatkan bagian kita masing-masing bukan?

Kamis, 18 Juni 2015

Dulu Sekarang

Mungkin aku tak terampil, dalam menguntai kata untuk menerjemahkan rasa.
Aku hanya bisa membayangkan, tanpa bisa berharap untuk memelukmu.
Karena aku tahu, harap itu akan berakhir seperti dulu.
Mati rasa. Ya ku mati rasa sejak tidak mencintaimu lagi.

Namun, kini entah seperti apa akan kuungkapkan rasa tentangmu.
Apa perlu kujelaskan, seberapa tenang saat bersamamu ?
Tak ada sedikitpun rasa takut, karena aku yakin tak ada yang bisa mengalahkanmu.
Tak akan ada yang berani menganggumu.
Entah bagaimana atmosfer rasa aman begitu melekat.
Apa perlu kujelaskan, seberapa mengagumkan rasa percaya dirimu?
Ah kurasa tidak perlu, aku yakin kau pun menyadarinya.

Mungkin saat ini rasa untuk memilikimu ada lagi.
Tapi ini tak menggebu seperti dulu.
Tak seobsesif dulu.
Aku lebih pasrah, berusaha pun tidak.
Hanya mencoba tampil dengan sikap yang lebih baik.
Mencoba menjadi aku yang lebih baik.

Senin, 16 Februari 2015

8-14 Februari 2015, Posko 2 Desa Puteran Kecamatan Cikalong Wetan

Hari itu,
Kami pergi ke sebuah tempat.
Hanya tau nama, tapi tak terbayang seperti apa.
Pergi dengan segala kekhawatiran dan keluh kesah.
Takut dengan apa yang akan dihadapi nanti.
Awalnya tak saling kenal, tak saling sapa.
Namun beberapa hari bersama membuat semuanya berubah.
Keadaan yang tadinya dingin kini berubah hangat.
Kini tawa itu mulai terdengar.
Semua cerita itu menjadi kisah dimana hanya kami yang tau dan mengerti.
Seperti kisah pertemuan lainnya, selalu terselip kata berpisah disana.
Seperti kisah perpisahan lainnya, selalu ada tangis yang mengiringi.
Bukan karena kami ingin berpisah, hanya saja waktu tak berpihak pada kami.
Tawa kami ditempat ini, akan menjadi sebuah kerinduan yang terasa dalam diri.
Trimakasih abah, umi.
Trimakasih masyarakat desa puteran.
Trimakasih murid-murid kami.
Dan trimakasih untuk kalian yang menjadi bagian dalam mengukir kisah indah disepetak tanah merah.
Selamat tinggal, dan sampai jumpa kawan.

Sabtu, 16 Agustus 2014

._.

Ada hal yang tak dapat dimengerti dengan hati saja atau dengan akal saja.
Ada hal yang semakin dipikirkan, justru semakin tak dimengerti.
Bagaimana sebuah nama dapat membuat seseorang menangis ?
Bagaimana memori yang sudah terkubur itu kembali kepermukaan hanya karena satu nama ?
Entahlah

Selasa, 15 Juli 2014

Gerimis di Minggu Juli 1

Apakah hari ini akan membuat rasa yang dulu hadir lagi?
Ya serupa undangan pada rasa yang telah lama mati, rasa yang terabaikan.
Semua terasa sama seperti pertemuan kita yang lalu, yang pertama.
Sama karena aku merasa biasa saja awalnya, tak sadar atau terlalu menikmati.
Jika ini memang serupa undangan aku harap tak bisa datang,  atau paling tidak aku punya banyak alasan untuk menghindar.

Pria Aneh

Aku tidak berubah. Kau pun juga masih sama. Awalnya semua berjalan baik. Perkenalan kita, obrolan kita, humor kita, semua terasa pas dih...